Pengumuman

Bila tidak ada di blog ini, silakan kunjungi hurahura.wordpress.com

Minggu, 04 April 2010

Pameran Candi Prambanan dan Candi Sewu


Oleh Stevani Elisabeth


Jakarta - Indonesia memiliki cukup banyak candi sebagai warisan umat manusia. Sayangnya, banyak wisatawan asing dan Nusantara yang hanya berkunjung ke Candi Borobudur. Pada tahun 2009 saja, tercatat sekitar 2,5 juta manusia yang berkunjung ke Candi Borobudur.

Salah satu candi yang tak kalah populernya dengan Candi Borobudur adalah Candi Prambanan yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Candi ini merupakan salah satu dari tiga situs yang oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia. Indonesia memiliki tiga situs warisan budaya dunia, yakni Kompleks Candi Borobudur, Kompleks Candi Prambanan, dan Situs Manusia Purba Sangiran.

Kompleks Candi Prambanan yang tercatat sebagai warisan dunia terdiri atas dua gugus, yaitu gugus Candi Loro Jonggrang yang berlatar agama Hindu, dan gugus Candi Sewu yang berlatar agama Buddha. Lokasi kedua gugus ini memang berdekatan sehingga memberikan kesan satu kesatuan.

Direktur Peninggalan Purbakala Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Junus Satrio Atmodjo menjelaskan ada dua alasan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata bekerja sama dengan PT "Runan Wisata Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko, serta Bentara Budaya Jakarta menyelenggarakan pameran Candi Prambanan dan Candi Sewu yang berlangsung di Jakarta 15-24 Januari 2010. Alasan pertama, dengan diselenggarakannya pameran ini diharapkan para wisatawan tidak menumpuk berkunjung ke Candi Borobudur. Kedua, ingin menyajikan kepada pengunjung tentang barang yang sudah berusia 1000 tahun, tapi yang masih tetap indah.


Warisan Budaya

"Candi termasuk warisan budaya. Warisan budaya bukan milik semua bangsa, tetapi milik seluruh umat manusia," ujarnya. Junus menambahkan, sejak ditemukan, Candi Prambanan dan Candi Sewu mengalami pemugaran sehingga dapat berdiri megah dan menjadi objek wisata. Gugusan Candi Prambanan merupakan kelompok candi yang dibangun oleh raja-raja Dinasti Sanjaya pada abad TK. Ditemukannya tulisan nama Pikatan pada candi menimbulkan pendapat bahwa candi ini dibangun oleh Rakai Pikatan yang kemudian diselesaikan oleh Rakai Balitung berdasarkan prasasti berangka 856 M"Prasasti Siwargrartha" sebagai manifes politik untuk meneguhkan kedudukannya sebagai raja yang besar.

Candi Prambanan ini sering disebut juga Candi Roro Jonggrang (jangkung) karena berkaitan dengan legenda yang menceritakan tentang seorang dara yang bertubuh tinggi, yaitu putri Prabu Boko. Bagian tepi candi dibatasi dengan pagar langkan yang dihiasi dengan relief cerita Ramayana. Candi Prambanan dikenal kembali pada saat seorang Belanda C A Lons mengunjungi Jawa pada tahun 1733 dan melaporkan tentang adanya reruntuhan candi yang ditumbuhi semak belukar.

Usaha pertama kali untuk menyelamatkan Candi Prambanan dilakukan oleh Ijzerroan pada tahun 1885 dengan membersihkan bilik-bilik candi dari reruntuhan batu. Pada tahun 1902 baru dimulai pekerjaan yang dipimpin langsung oleh Van Erp untuk Candi Siwa, Candi Wisnu, dan Candi Brahma. Tahun 1933 berhasil disusun percobaan Candi Brahma dan Wisnu.

Candi Siwa sendiri berhasil dipugar pada tahun 1953, namun gempa bumi pada tahun 2006 telah memporak-porandakan bangunan candi. Namun secara bertahap, bangunan-bangunan yang runtuh tersebut sudah dapat dibangun kembali.


Direhabilitasi

Kepala Balai Pelestarian Purbakala Daerah Istimewa Yogyakarta Herni Pramastuti menjelaskan, saat ini bangunan candi di Kompleks Candi Prambanan. Yang telah direhabilitasi baru dua candi, yakni Candi Garuda dan Candi Nandi. Sementara itu, Candi Angsa dan Candi Siwa belum selesai direhabilitasi.

"Kita harus hati-hati karena itu tinggalan yang tidak mungkin dibuat lagi," lanjut Hemi.

Kepala Balai Pelestarian Purbakala Jawa Ifengah Tri Atmaji menambahkan, di Candi Sewu, dari 240 bilik yang ada hanya ditemukan 50 arca. Sebagian besar arca saat ini ditemukan tanpa kepala. Menurutnya, hingga saat ini pihaknya terus melakukan penelitian apakah bilik yang kosong tersebut areanya raib oleh tangan-tangan jahil atau memang belum terisi saat dibuatnya.

Sementara itu, Dirjen Sejarah dan Purbakala Hari Untoro Drajat mengatakan Candi Prambanan dan Candi Sewu menunjukkan karakter- istik yang berbeda. Candi Prambanan memiliki latar belakang agama Hindu sedangkan Candi Sewu berlatar belakang agama Buddha. Kedua candi tersebut menunjukkan harmonisasi dua agama.

(Sinar Harapan, Sabtu, 16 Januari 2010)

Plagiat di Media Cetak

Surat Pembaca

Redaksi Yth,

Masalah plagiat menghangat kembali setelah seorang gurubesar menulis artikel di media cetak Indonesia yang ternyata mengambil tulisan orang dari media cetak mancanegara. Dari hasil penyelidikan kemudian diketahui pula, sejumlah calon gurubesar menyontek isi skripsi S-1 mahasiswa.

Sebenarnya plagiat, menyontek, mengambil ide orang, dan berbagai istilah lain juga dilakukan oleh kalangan media cetak. Banyak tulisan dari luar, misalnya, sering ditolak oleh redaktur karena dianggap tidak layak muat. Namun karena materinya dianggap menarik, sering kali redaktur atau wartawan media bersangkutan mengembangkan tulisan tersebut. Ada yang ditambah dengan wawancara, ada pula berdasarkan riset kepustakaan. Saya tahu hal demikian karena saya pernah menjadi wartawan.

Beberapa tahun lalu seorang kolomnis terkenal pernah mencak-mencak di rubrik surat pembaca, gara-gara tulisan dia ditolak oleh redaktur suatu media. Namun tidak lama kemudian muncul tulisan bertopik sama yang ditulis oleh wartawan media tersebut. Terus terang, saya juga pernah beberapa kali mengalami kejadian serupa. Inilah hebatnya media cetak di Indonesia, sering mendapat ide dari tulisan orang lalu mengembangkannya.

Saya harapkan etika jurnalistik benar-benar dipatuhi media cetak. Mengambil ide dari tulisan orang, tidak boleh dilakukan seenaknya. Hormatilah penulis artikel dengan melibatkannya dalam penulisan.

Djulianto Susantio
Jakarta 14240

(Sinar Harapan, Maret 2010)

Kamis, 14 Januari 2010

BP3 Menduga Ada Tiga Candi Utama di UII


Sleman (ANTARA News) - Tim ekskavasi dari Balai Peninggalan dan Pelestarian Purbakala (BP3) Yogyakarta menduga ada tiga candi utama di tempat penemuan candi di area pembangunan gedung perpustakaan Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.

"Memang saat ini baru ditemukan satu bangunan candi, namun besar kemungkinan masih ada tiga candi utama," kata ketua tim ekskavasi BP3 Yogyakarta Indung Panca Putra, Rabu.

Menurut dia, dugaan tersebut didasarkan dari rekomendasi pakar geologi yang melakukan perekaman menggunakan georadar, dimana terdapat beberapa perbedaan antara batu andesit dan batu-batu lain di sekitar lokasi penemuan candi tersebut.

"Berdasarkan rekomendasi itu, kami akan membentuk tim ekskavasi kedua yang lebih memfokuskan pada temuan georadar," katanya.

Ia mengatakan dugaan ada tiga candi utama tersebut juga diperkuat dengan adanya beberapa persamaan dengan candi Hindu di tempat lain seperti di Candi Sambisari dan Candi Kedulan di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), maupun Candi Lawang di Boyolali, Jawa Tengah.

"Ada sejumlah candi yang mirip dengan temuan candi di sini, sehingga kami menduga ada tiga candi induk atau candi utama di sini," katanya.

Indung mengatakan berdasarkan dugaan tersebut, tim ekskavasi kedua yang bekerja mulai 7 Januari hingga 20 Januari akan melakukan pesebaran penggalian secara horisontal dalam radius 12 meter dari titik candi pertama yang sudah ditemukan saat ini.

"Kami akan melakukan pesebaran penggalian untuk mencari kemungkinan keberadaan bangunan candi lainnya," katanya.

Ia mengatakan candi yang ditemukan di lokasi pembangunan gedung perpustakaan di Kampus Terpadu UII di Jalan Kaliurang km 14,5 Sleman ini, memiliki keunikan sendiri, di antaranya secara fisik profilnya sederhana tetapi secara teknis pengerjaannya halus.

"Sebagai contoh aluran rambut pada arca ganesha, dengan pengerjaan yang halus itu tidak mudah rusak. Bahan batu andesit yang dipakai juga berkualitas bagus sehingga tidak rusak ketika terpendam lahar atau material vulkanik Gunung Merapi," katanya.

Selain itu, arca nandi (sapi) yang ditemukan justru mirip dengan babi, dan di punuknya terdapat lekuk-lekuknya.

"Berdasarkan kajian dari tim geologi justru di candi ini dahulunya terdapat tiang penyangga atap yang dibuktikan adanya perbedaan struktur tanah yang seakan membekas ada tiang kayu," katanya.

(antara.co.id)

Candi di Kampus UII Lengkapi Peradaban Bangsa


Yogyakarta (ANTARA News) - Para pekerja tidak pernah menduga ketika menggali tanah untuk fondasi gedung perpustakaan Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta pada Jumat (10/12) mereka menemukan batu berukir yang diperkirakan merupakan bagian dari struktur candi.

Mereka kemudian melaporkan kepada pimpinan UII yang kemudian menghentikan sementara proyek pembanguan gedung perpustakaan untuk memberikan kesempatan kepada Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Yogyakarta untuk meneliti keberadaan struktur candi tersebut.

Menurut pengamat budaya dari Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) Yogyakarta Prof Ki Supriyoko, jika struktur candi yang ditemukan di kampus UII Jalan Kaliurang Km 14 itu benar-benar candi kuno tentu akan menjadi bagian dari benda cagar budaya yang keberadaannya dilindungi oleh undang-undang (UU).

"Jika candi kuno yang ditemukan di kampus UII benar-benar merupakan benda cagar budaya tentu kita gembira karena akan melengkapi peradaban bangsa. Selama ini bangsa kita telah memiliki ratusan candi kuno yang menjadi benda cagar budaya," katanya.

Saat ini pihak BP3 Yogyakarta bekerja sama dengan UII sedang meneliti lebih lanjut tentang temuan struktur candi kuno tersebut dan dalam waktu dekat segera diperoleh kepastian "kecandian" dan "kekunoan" atas temuan yang relatif mengejutkan itu.

Atas penemuan tersebut UII sebagai institusi pendidikan tinggi yang peduli pada kepentingan bangsa mendukung sepenuhnya upaya perlindungan terhadap artefak budaya, termasuk bangunan yang diyakini merupakan candi di lokasi pembangunan perpustakaan pusat universitas itu.

"UII sebagai lembaga pendidikan tinggi sangat menghargai heritage, dan berharap agar tidak terjadi kerusakan pada bangunan peninggalan sejarah," kata Rektor UII Prof Edy Suandi Hamid.

Untuk itu, proses pembangunan sementara dihentikan dan UII mempersilakan tim arkeolog dari BP3 Yogyakarta untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

Selain itu, sejak penemuan bagian candi tersebut UII telah memperketat keamanan di sekitar lokasi sebagai upaya mengantisipasi banyaknya masyarakat yang ingin melihat ke lokasi.

"Pengamanan kami maksudkan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Masyarakat tetap diberi kesempatan untuk melihat ke lokasi," katanya.

Rektor mengharapkan agar proses penelitian, identifikasi, dan ekskavasi lokasi penemuan candi dapat dilangsungkan tidak dalam waktu yang lama.

"Semakin cepat proses penelitian oleh BP3 Yogyakarta, maka semakin cepat pula kami menentukan keputusan terkait bangunan perpustakaan pusat," katanya.


Mataram Kuno

Menindaklanjuti penemuan itu BP3 Yogyakarta menurunkan tim untuk meneliti lebih lanjut dan melakukan ekskavasi. Sampai saat ini dari hasil ekskavasi baru ditemukan 16 potongan batu bagian candi.

Ekskavasi juga menemukan arca Ganesha berukuran 52 cm dengan tinggi dari timbunan tanah sekitar 42 cm dan lingga-yoni berukuran atas 67x67 cm. Lingga berdiameter 16 cm dan panjang 30 cm.

Selain itu, juga ditemukan relief bunga padma di dinding pintu masuk bagian dalam persis di pojok yang menempel dengan tanah yang belum digali.

"Penemuan arca Ganesha menunjukkan candi itu merupakan candi Hindu. Namun, kami tetap belum bisa membandingkan usianya dengan Candi Prambanan karena banyak hal yang berbeda seperti dari sisi ornamen," kata Ketua Tim Ekskavasi BP3 Yogyakarta Indung Panca Putra.

Menurut dia, bangunan candi itu lebih sederhana dilihat dari ornamennya. Kesederhanaan itu tidak lepas dari fungsinya di masa lalu, status ekonomi masyarakat sekitar, dan sumber daya manusia yang membuat kawasan tersebut.

Meskipun memiliki ornamen lebih sederhana BP3 Yogyakarta tidak bisa memastikan candi yang ditemukan di kampus UII lebih tua daripada Candi Prambanan. Apalagi, di kawasan tersebut belum ditemukan prasasti yang bisa menunjukkan hal itu.

Ia mengatakan, dari sisi ornamen, rambut yang tampak pada arca Ganesha di Candi Prambanan bergelung tingkat tiga dan bermahkota, sedangkan candi di kampus UII memakai satu gelung dengan dua ikatan.

"Berhubung prasasti belum ditemukan untuk sementara lebih aman menyebut candi itu sebagai peninggalan Mataram Kuno. Dengan prasasti bisa saja terungkap detil waktu pembuatan candi dan mungkin juga siapa raja yang memerintah," katanya.

Jika nanti prasasti tidak ditemukan, penentuan usia candi akan dilakukan dengan "carbon dating". Namun, BP3 Yogyakarta berharap prasasti dapat ditemukan dalam proses ekskavasi selanjutnya.

Saat ini proses ekskavasi dihentikan sementara karena cuti bersama dan libur Natal pada 24-27 Desember 2009. Proses ekskavasi akan dilanjutkan kembali pada 28 Desember 2009.

"Ekskavasi nanti juga memfokuskan untuk menemukan arca pendamping yakni Durga dan Agastya. Ekskavasi akan berakhir pada 4 Januari 2010, dan diharapkan semua misteri yang menyelimuti candi tersebut sudah dapat diungkap sebelum waktu tersebut," katanya.

Edy mengatakan, jika nanti memang candi tersebut merupakan warisan budaya bangsa, maka UII siap memindahkan lokasi pembangunan gedung perpustakaan dari rencana sebelumnya.

UII juga akan berkomunikasi dengan pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional atau Direktorat Pendidikan Tinggi terkait pemindahan lokasi tersebut.

Secara material, UII memang akan mengalami kerugian akibat penemuan itu, yakni keterlambatan pembangunan gedung. "Namun demikian, mengingat bangunan candi merupakan aset budaya bangsa, UII akan mendukung upaya perlindungannya," katanya.(*)

(antara.co.id)

Minggu, 27 Desember 2009

British Museum London Gelar Pertunjukkan Gamelan, Tarian Jawa


London (ANTARA News) - Lebih dari 300 penonton terpukau dengan penampilan kesenian Gamelan Southbank London dan tarian Jawa yang dibawakan penari Ni Made Pujawati dalam acara malam kesenian digelar British Museum di BP Lecture Theater di akhir pekan.

Pagelaran kesenian adalah rangkaian dari pameran gamelan koleksi Sir Stamford Raffles yang tengah berlangsung di British Museum, London sejak Mei hingga Juli mendatang di gedung museum yang megah di Great Russell Street,London..

Para penonton yang sebagian besar warga Inggris itu menikmati gending gending yang dimainkan kelompok gamelan Southbank yang mengawali penampilannya dengan memperdengarkan cuplikan dari Lancaran Kebogiro.

Lancaran yang merupakan repertoire musik Jawa yang singkat biasanya digunakan untuk sebagai pembuka atau pada saat pagelaran wayang kulit saat pasukan tengah berjuang di medan perang.

Kurator British Museum untuk Departemen Asia, Jan Stuart mengatakan pagelaran kesenian gamelan adalah dalam rangkaian pameran gamelan koleksi Raffles yang pernah menetap di Indonesia tahun 1800 an..

Dikatakannya pagelaran musik gamelan dan tarian mendapat dukungan dari Kementerian Departemen Kebudayaan dan Pariwisata khususnya dari Dirjen Pemasaran Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI Sapta Nirwandar.

Sementara itu Dubes RI untuk Kerajaan Inggris Raya dan Republik Irlandia Yuri Thamrin menyampaikan penghargaannya kepada British Musuem yang memprakasai pameran dan kesenian berupa penampilan musik gamelan.

Dikatakannya pagelaran kesenian gamelan Southbank digelar British Museum bekerjasama dengan Departemen Kebudayaan Pariwisata dalam upaya membangun diplomasi dan memperkenalkan kebudayaan khususnya kesenian gamelan.

Menurut Dubes, musik gamelan adalah salah satu elemen dari warisan budaya Indonesia yang unik seperti halnya peradaban dunia.

Di Indonesia khususnya di Jawa gamelan memiliki tempat khusus dan merupakan sejarah warisan dari Kerajaan Jogyakarta dan Surakarta lebih dari seribu tahun.

Menurut Dubes, hampir 200 tahun yang lalu alat musik gamelan diserahkan ke Inggris dan dibawa Sir Thomas Stamford Raffles yang pernah menjadi Gubernur Jawa.

Penampilan gamelan mendapat sambutan penonton diantaranya menampilkan tarian Gunungsari merupakan tarian klasik dari istana Mangkunegaran Surakarta serta musik Ketawang Boyong Basuki yang dimainkan dalam upacara perkawinan tradisional.

"Saya sangat menikmati penampilan gamelan Jawa," ujar Malcolm Lister yang pernah berlibur ke Indonesia dan bekerja di Hongkong beberapa tahun lalu. Its beautiful music, ujar Malcolm yang datang bersama sang istri.

Dikatakannya musik gamelan sangat bagus untuk meditasi dan yang menarik adalah pemain gamelan sebagian besar adalah warga Inggris, "Saya hanya lihat ada satu orang Indonesianya," ujar Malcolm.

Pagelaran musik gamelan Southbank yang sebagian besar anggotanya adalah warga Inggris dengan trampil mengiringi tarian dibawakan Ni Made Pujawati menarikan tarian Gunungsari yang dikenal dengan tari topeng.

Ni Made Pujawati, lulusan dari consenvatory musik Indonesia dan Akademi Seni di Bali adalah guru tari di Royal Academy of Dance dan memiliki sangar tari dan Gamelan Semar Pegulingan sering tampil di berbagai pertunjukkan tari di beberapa negara di Eropa dan Amerika.

Sementara pemain gamelan dari kelompok Southbank Gamelan yang dibentuk tahun 1987 terdiri dari Robert Campion, Isabelle Carre, Andy Channing, Sophia Clark, Nikhil Daily, Aris Daryono, Cathy Eastburn, Joe Field, Manuel Limenez, Penny King, Xerxes Mazda, Dave McKenny, Malcolm Milner, John Pawson, Charlotte Pugh, Jonathan Roberts dan Brat Smith yang mengenakan jas model Jawa warna hitam dan lengkap dengan blankon.(*)

(antara.co.id)

Kamis, 17 Desember 2009

China Temukan Dinosaurus Mirip Burung


Hong Kong - Beberapa peneliti China telah menggali fosil dinosaurus mirip burung dengan empat sayap di China timur-laut, yang mereka duga adalah penghubung yang hilang dalam evolusi dinosaurus menjadi burung.

Dalam satu laporan di jurnal "Nature", mereka mengatakan mereka menemukan fosil "Anchiornis huxleyi", yang terpelihara dengan baik dan berkeliaran di Bumi sekitar 160 juta tahun lalu, di satu wilayah geologi di provinsi Liaoning di bagian timur-laut China.

Fosil itu, yang memiliki ukuran tubuh sebesar anak ayam, memiliki total panjang tubuh kurang dari 50 centimeter dan tengkorak dengan panjang 6 centimeter, pata pemimpin peneliti Xing Xu di Akademi Sains China di Beijing melalui surat elektronik. "Temuan ini menunjukkan bahwa burung sangat mungkin diturunkan dari sejenis dinosaurus bersayap-empat yang berukuran kecil sekitar 160 juta tahun lalu," kata Xu.

"Ini adalah penghubung antara theropod yang lebih khusus (dinosaurus yang berkeliaran dengan dua bagian belakang tubuh) dan burung. Hewan tersebut hidup pada sekitar era yang sama ... yang kami perkirakan bagi nenek-moyang burung," katanya.

Dalam satu pernyataan, para peneliti itu mengatakan, "Bulu panjang menutup lengan dan ekor, tapi juga kaki, sehingga menunjukkan bahwa tahap empat-sayap mungkin pernah ada dalam peralihan ke burung."

Peralihan dari dinosaurus ke burung masih belum terlalu difahami akibat kurangnya fosil yang terpelihara dengan baik, dan banyak ilmuwan mengatakan dinosaurus mirip burung tampaknya sangat terlambat dalam catatan fosil sebagai nenek-moyang burung sesungguhnya.

Para peneliti China tersebut percaya fosil itu adalah dinosaurus mirip burung yang paling tua yang sejauh ini dilaporkan, dan lebih tua daripada Archaeoteryx, burung paling awal yang pernah dikenal.

"Keberadaan spesies seperti itu pada saat ini dalam catatan fosil secara efektif memperdebatkan argumen bahwa dinosaurus mirip burung muncul sangat terlambat untuk menjadi nenek-moyang burung," tulis mereka. (ant/rtr)

(Sinar Harapan, Rabu, 30 September 2009)

Senin, 23 November 2009

Arca di Kediri Mungkin Peninggalan Sebelum Majapahit


Kediri - Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Daerah Kabupaten Kediri, Jawa Timur, memperkirakan tiga arca yang ditemukan di Desa Semen, Kecamatan Pagu itu peninggalan kerajaan sebelum Majapahit, abad XIII.

“Masa sebelum Kerajaan Majapahit itu mempunyai ciri tersendiri, yaitu lokasi candi minimal 3 meter dari bawah tanah dan dekat dengan sumber air,” kata Kepala Bidang Sejarah dan Kepurbakalaan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Daerah Kabupaten Kediri Ruddy Hari Santoso, Kamis (19/11).

Ruddy mengaku, belum bisa memprediksi temuan tersebut berasal dari kebudayaa ataupun kerajaan apa. Yang jelas, pihaknya memperkirakan temuan itu sebelum kerajaan Majapahit, yang bisa berasal dari kerajaan Kadiri maupun Singosari.

Ia mengungkapkan, pihaknya sudah meninjau ke lokasi temuan arca tersebut dan melakukan pemeriksaan. Hasil pemeriksaan sementara mengidentifikasi dua arca besar yang berukuran sekitar satu meter itu sebagai arca Djala Dwara, yang mirip dengan naga.

Sementara itu, satu arca kecil yang berukuran sekitar 50 sentimeter merupakan arca Garuda Wisnu.

Arca Djala Dwara itu, kata Ruddy, memiliki perbedaan fungsi, yaitu yang digunakan sebagai hiasan di lokasi pemandian atau sendang, maupun bersifat sakral sebagai media pemujaan. “Kalau tentang arca yang baru ditemukan itu kami belum tahu persis. Saat ini, kami masih melakukan pendalaman,” katanya menjelaskan.


Koordinasi

Agar lebih maksimal dalam melakukan penelitian, pihaknya akan melakukan koordinasi dengan tim BP3 (Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala) Trowulan, Mojokerto, serta Balai Arkeologi Yogyakarta.

Rencananya, mereka akan datang, Senin (23/11) pekan depan, mengingat saat ini tim sedang berkonsentrasi pada penemuan situs di Pasuruan, yang diperkirakan juga besar.

Tiga arca tersebut ditemukan oleh Juki, warga Desa Semen, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri. Ketiga arca tersebut ditemukan di lahan milik Imam Afad, warga setempat.

Karena belum ada tindak lanjut tentang penemuan itu, warga berinisiatif melakukan penjagaan, mencegah terjadinya kerusakan temuan itu, hingga tim dari BP3 Trowulan dan Pemkab Kediri melakukan penelitian. (ant)

(Sinar Harapan, Jumat, 20 November 2009)

BUKU-BUKU JURNALISTIK


Kontak Saya

NAMA :
EMAIL :
PERIHAL :
PESAN :
TULIS KODE INI :

Komentar Anda

Langganan Majalah Internasional

Jualan Elektronik