Pengumuman

Bila tidak ada di blog ini, silakan kunjungi hurahura.wordpress.com

Selasa, 03 Maret 2009

Pembangunan Fisik dan Pelestarian Sejarah

Views


Oleh: Djulianto Susantio

Sejak 1970-an pembangunan fisik Jakarta terbilang pesat sekali. Dari pelebaran jalan hingga pembangunan berbagai prasarana dilakukan di mana-mana. Namun yang disesalkan, berbagai bentuk pembangunan kota itu tidak terencana dan terkontrol dengan baik.

Dalam kurun waktu 30 tahun ke belakang tercatat banyak bangunan kuno dan situs bersejarah yang rusak, hilang, hancur, dan beralih fungsi karena proses pembangunan fisik itu.

Hotel der Nederlanden hancur total, sekarang berdiri gedung Bina Graha. Situs Tugu rusak karena perluasan permukiman penduduk. Situs Pejaten tidak karuan karena proyek real estate. Situs Ancol terlanjur tertutup tempat rekreasi. Situs Pasar Ikan porak poranda oleh pembangunan gedung. Sejumlah situs tergerus pembangunan jalan layang, kondominium, dan pusat-pusat perekonomian. Begitulah contoh kecilnya.

Jakarta sendiri dilihat dari sejarah dan perkembangannya, sebenarnya bukan hanya berasal dari masa kolonial. Berbagai masa pernah dialami Jakarta, dari masa prasejarah hingga masa Islam. Karena itu peninggalan-peninggalan lama yang tersisa beragam bentuk dan coraknya. Lokasinya pun tersebar di berbagai wilayah.

Data sejarah menunjukkan, dulu Jakarta banyak didatangi sejumlah suku bangsa dari wilayah Nusantara. Mereka ikut memberi corak khas dalam proses pertumbuhan kota. Ciri ini tetap lekat hingga sekarang dari nama-nama tempat yang diberikan masyarakat, seperti Kampung Melayu, Kampung Bali, Kampung Makasar, Manggarai, dan Koja.

Jakarta juga sesungguhnya berkembang dari dialog berbagai ragam kebudayaan etnis Nusantara dengan kebudayaan mancanegara. Selain nama tempat, cermin dari proses dialog tersebut terwujud dalam sisa-sisa kebudayaan fisiknya, seperti bangunan, arsitektur, sarana umum, kanal, dan stasiun.


Situs Rawan

Pesatnya kegiatan pembanguan kota modern menyebabkan keberlangsungan sisa-sisa masa lalu tersebut semakin menghadapi kritis. Meskipun pembangunan fisik akan menggairahkan roda perekonomian masyarakat, disayangkan pembangunan kota modern itu yang mendasarkan perencanaan pada prinsip efisiensi telah dengan nyata menomorduakan aspek-aspek sejarahnya.

Sementara di lain pihak, ada tuntutan untuk mempertahankan atau melindungi bangunan-bangunan lama agar sifat khas kotanya terjaga dengan baik. Ironisnya, prinsip untuk mempertahankan kelestarian peninggalan-peninggalan lama sering dinilai menghambat efektivitas pembangunan.

Sebaliknya, banyak pihak memandang prinsip pembangunan ekonomi berjalan terlalu pragmatis dan tidak mau memedulikan makna bangunan kuno sebagai warisan budaya. Padahal sebagai warisan budaya, sisa-sisa masa lalu tidak hanya dapat dikembangkan sebagai wahana pendidikan, tetapi juga sebagai sumber pariwisata budaya yang potensial dan memiliki nilai-nilai ekonomi besar.

Sesungguhnya mempermodern kota dan mempertahankan warisan budaya sama-sama melaksanakan pembangunan. Karena salah mengartikan pembangunan, maka yang menjadi korban adalah bangunan-bangunan lama. Artinya, pembangunan fisik itu harus dapat terus berlangsung tanpa menghilangkan atau merusakkan warisan masa lalu. Dengan kata lain, pembangunan fisik dapat berjalan bersama pelestarian sejarah.

Saat ini situs-situs yang rawan terdapat di pusat kota lama. Lebih dari 100 situs terdapat di sana. Ratusan situs lagi terdapat di luar pusat kota, termasuk di daerah pinggiran dan sepanjang aliran Kali Ciliwung.

Tak disangkal lagi kalau dimensi ekonomi dianggap lebih penting daripada dimensi budaya. Padahal, upaya konservasi akan memperkaya khasanah pengetahuan sejarah, arkeologi, dan arsitektur. Apalagi warisan-warisan lama di Jakarta pada dasarnya memiliki nilai-nilai arsitektur perkotaan, sebuah modal untuk menarik pelancong.


Singapura

Sebenarnya pembongkaran atau penghancuran bangunan-bangunan kuno dan/atau bersejarah bukan hanya dialami Jakarta. Masalah demikian juga terjadi di negara-negara maju. Hanya bedanya, di sana berbagai pihak berhasil mengatasinya berkat apresiasi masyarakat akan warisan budaya sudah tinggi.

Beberapa pembangunan jalan raya di AS, misalnya, pernah dibelokkan arahnya karena terhalang bangunan bersejarah. Jadi bukan bangunan bersejarahnya yang diterabas, melainkan pembangunan jalannya yang mengalah. Sebaliknya di Indonesia, bangunan bersejarahnya yang justru tergusur oleh jalan raya, sebagaimana yang sering terjadi.

Di Italia pembangunan jaringan kereta api bawah tanah selalu tersendat-sendat karena di setiap jengkal tanah hampir selalu ditemukan artefak-artefak purba masa Romawi. Pembangunan boleh diteruskan kembali jika para arkeolog sudah menyatakan daerah itu steril.

Di Asia, salah satu negara yang getol menghormati sejarah masa lalunya adalah Singapura. Negara ini secara programatis memasukkan pembentukan wajah lama dengan masa sekarang secara bersamaan. Ternyata program tersebut amat berhasil, meskipun pekerjaan pemugarannya berada tujuh tahun di belakang Jakarta (Ir Martono Yuwono, 1987).

Beberapa bagian kotanya yang khas, seperti China Town, Little India, dan Kampong Gelam menjadi kawasan yang populer. Kini setiap tahun jutaan wisatawan berkunjung ke tempat-tempat itu. Justru Singapura menyesal karena telah membongkar begitu banyak peninggalan masa kolonial Inggris.

Di Jakarta sendiri sejak lama berjalan program Revitalisasi Kota Tua. Kita harapkan proyek ini akan berhasil sehingga bermanfaat untuk banyak pihak. Juga akan menjadi titik tolak bahwa tidak akan ada lagi pencemaran arkeologi dan sejarah. Baik berupa pembongkaran bangunan lama maupun penggalian liar, pengrusakan, pencurian, dan perbuatan negatif lainnya.

Penulis adalah arkeolog,
tinggal di Jakarta

(Sumber: Sinar Harapan, Kamis, 9 Februari 2006)

Tidak ada komentar:

BUKU-BUKU JURNALISTIK


Kontak Saya

NAMA :
EMAIL :
PERIHAL :
PESAN :
TULIS KODE INI :

Komentar Anda

Langganan Majalah Internasional

Jualan Elektronik