Pengumuman

Bila tidak ada di blog ini, silakan kunjungi hurahura.wordpress.com

Jumat, 17 Oktober 2008

Kebun Binatang Ragunan, Sarana Rekreasi Keluarga

Views

Oleh Djulianto Susantio

Salah satu objek wisata di Jakarta yang banyak mendapat perhatian pengunjung adalah Kebun Binatang Ragunan (KBR). Sesuai namanya KBR terletak di bilangan Ragunan, tak jauh dari Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

KBR banyak dikunjungi orang, terutama anak-anak dan pelajar, pada hari Minggu dan libur sekolah. Biasanya puncak kedatangan pengunjung terjadi pada hari raya ldul Fitri. Selama dua hari itu puluhan ribu pengunjung datang ke sini merayakan kegembiraan bersama sanak keluarga mereka.

Sebagai sarana rekreasi keluarga KBR tergolong ideal. Apalagi KBR memiliki luas sekitar 130 hektar. KBR dilengkapi banyaknya pepohonan, udara yang segar, dan telaga yang besar. Sampai saat ini jumlah koleksi satwa KBR mencapai ratusan spesies, termasuk beberapa jenis satwa langka.

KBR mempunyai berbagai fasilitas, seperti kereta api dan delman. Selain itu ada atraksi hewan, antara lain gajah tunggang dan onta tunggang.Pengunjung yang berminat bisa menaiki kedua jenis hewan ini dengan membayar biaya tertentu. Ada juga sirkus dan akrobat hewan, misalnya burung menarik gerobak, linsang bermain bola, dan ular bercanda.

Menurut definisi ICOM (International Council of Museums) atau Dewan Museum Internasional, kebun binatang merupakan salah satu bagian dari museum. Sebagai museum, kebun binatang menjadi objek pendidikan sekaligus objek wisata yang diandalkan.

Sebagai objek yang rekreatif-edukatif memang keberadaan KBR sudah mampu menghibur masyarakat kelas bawah Indonesia. Namun bila dipandang dari aspek pariwisata, KBR belum memiliki kelas yang berkualitas. Areal di KBR memang luas. Ini membuat pengunjung betah untuk berlama-lama di sini. Makan siang bersama di atas tikar, dinaungi teduhnya pepohonan dan semilirnya angin. Namun terbayangkah bila hujan turun? Pengunjung akan menggeiar tikar di setiap lorong atau sudut ruangan yang aman dari jangkauan hujan. Akibatnya pengunjung lain akan terganggu kenyamanannya.

Kandang-kandang hewan juga sangat memprihatinkan, terkesan kotor dan kurang terawat. Jeruji-jeruji besi, misalnya, sudah keropos dan sangat terbuka sehingga pengunjung dapat dengan leluasa menyodorkan atau melemparkan makanan kepada satwa-satwa itu. Akibatnya banyak hewan sakit perut karena menelan plastik atau ”makanan” lain yang tidak dapat dicerna perut. Bahkan sejumlah hewan mati tragis karena diusili pengunjung.

Penataan kandang pun belum bagus, terutama di kandang beruang dan landak. Ini karena hewan-hewan tersebut ditempatkan agak jauh ke bawah. Kita tidak usah heran kalau manajemen KBR kurang baik, karena KBR berada di bawah pengawasan pemda DKI Jakarta. Selain dananya terbatas karena berasal dari APBD—tenaga-tenaganya pun berasal dari golongan rendahan.

Untung di saat kesulitan dana, datang dedikasi dari seorang penyayang binatang berkebangsaan asing. Dia menyumbang dana miliaran rupiah untuk membangun pusat primata di KBR. Sebagai salah satu kebun binatang atau taman margasatwa besar di Asia, KBR bukan hanya menipakan tempat memamerkan segala jenis satwa. KBR juga berfungsi menangkarkan satwa-satwa langka dan melakukan konservasi terhadap berbagai jenis tumbuhan. Untuk ukuran kota Jakarta yang panas, adanya kebun raya mini di KBR amat membantu peresapan air.


Brosur

Meskipun didatangi banyak pengunjung domestik, bukan berarti KBR tidak mempunyai kekurangan. Ketiadaan brosur atau leaflet amat dirasakan pengunjung yang baru pernah datang ke sana. Seharusnya ada brosur lengkap dengan denah atau tata letak kandang-kandang satwa. Brosur diberikan pada saat pengunjung membeli karcis masuk.

Berbagai fasilitas juga kurang diperhatikan pengelola KBR. Pedagang makanan dan minuman terlihat semrawut. Begitupun pedagang cenderamata, buah-buahan, dan asongan. Sepertinya tidak dikoordinasikan dengan baik oleh pengelola KBR.

Untuk mewujudkan Jakarta sebagai kota wisata, ada beberapa langkah yang harus ditempuh pengelola KBR. Pertama, bekerja sama dengan pihak swasta atau investor. Karena berbagai upaya pembenahan memerlukan banyak biaya, KBR perlu melakukan terobosan. Nantinya diharapkan KBR dikelola secara profesional oleh orang-orang yang mengerti akan bidangnya.

Kedua, memperbarui kandang. Kandang harus dibuat semirip mungkin dengan habitat aslinya. Maka pembuatan hutan buatan harus dikerjakan secara bersama-sama oleh seniman, teknolog, dan ilmuwan. Pada setiap kandang monyet, misalnya, harus dibuatkan pohon berikut fasilitas permainan (tali, ban mobil).

Selain itu kandang harus tertutup oleh kaca pada bagian depan agar pengunjung tidak bisa mengganggu hewan. Dengan demikian akan muncul rasa perikebinatangan. Kandang pun harus dibuat sejajar dengan penglihatan agar pengunjung tidak perlu bersusah payah melongok ke bawah mencari-cari suatu hewan.

Ketiga, memperbarui gedung. ini dimaksudkan agar pengunjung tidak perlu terganggu hujan. Untuk itu gedung harus mempunyai ruangan tertutup. Mengingat banyaknya hewan koleksi, maka perlu dibangun beberapa gedung. Misalnya Gedung A berisi primata, Gedung B berisi reptil, Gedung C berisi unggas, dan seterusnya. Antara setiap gedung dihubungkan dengan lorong beratap.

Keempat, mengembangkan atraksi hewan. Perlu ditambah dengan atraksi ”saat memberi makan hewan”. Setiap atraksi harus dengan jadwal yang tidak bersamaan. Kelima, membuat fasilitas baru, seperti kereta udara dan safari malam. Penambahan fasilitas dimaksudkan agar pengunjung mempunyai banyak pilihan.

Keenam, menghidupkan bagian bimbingan atau edukasi. Kegiatan untuk anak-anak balita dan pelajar disediakan tersendiri. Mereka harus dibimbing oleh tenaga profesional. Kegiatan mereka harus rekreatif dan edukatif. Misalnya anak-anak disuruh memegang-megang, mengelus, menyentuh, dan bermain bersama hewan-hewan jinak seperti kambing, kuda poni, kura-kura, dan orang utan.

Kecuali itu harus tersedia komputer dengan layar sentuh dan telepon bersuara. Dengan demikian anak-anak bisa mengetahui banyak informasi tentang asal hewan, makanan hewan, dan kebiasaan suatu hewan. Ketujuh, membuat karcis masuk semenarik atau seartistik mungkin, karcis dengan gambar yang beraneka ragam akan menjadi buruan para kolektor.

Untuk itu karcis harus dicetak dengan berbagai gambar hewan yang berbeda dan kalau mungkin hewan langka khas Indonesia. Kedelapan, menambah koleksi satwa, misalnya gorila, kura-kura raksasa, pinguin, dan beruang kutub.

Pengelola KBR juga harus memperhatikan papan penunjuk yang informatif. Mengingat KBR sangat luas, papan penunjuk harus banyak dan jelas sehingga pengunjung tidak merasa kesulitan untuk mencari lokasi tertentu.

Memang langkah untuk kemajuan bukan itu saja. Masih ada langkah-langkah lain. Yang pasti KBR harus memiliki tenaga SDM yang handal, yakni mempunyai mimpi untuk memajukan KBR, mempunyai keuletan untuk menjual KBR, mempunyai keluwesan untuk mempromosikan KBR, dan mempunyai kreativitas untuk melebarkan sayap KBR. Jika ini terlaksana bukan tidak mungkin KBR akan menjadi salah satu primadona pariwisata karena Indonesia merupakan salah satu negara terkaya faunanya di seluruh dunia.***

Penulis adalah pengamat masalah pariwisata

Tidak ada komentar:

BUKU-BUKU JURNALISTIK


Kontak Saya

NAMA :
EMAIL :
PERIHAL :
PESAN :
TULIS KODE INI :

Komentar Anda

Langganan Majalah Internasional

Jualan Elektronik