Pengumuman

Bila tidak ada di blog ini, silakan kunjungi hurahura.wordpress.com

Jumat, 17 Oktober 2008

Prasasti, Ensiklopedia Masa Lampau Indonesia

Views

Oleh Djulianto Susantio

PADA zaman modern ini, peresmian suatu proyek pembangunan sering ditandai dengan penandatanganan prasasti. Di dalam prasasti itu antara lain diuraikan nama proyek atau bangunan tersebut, lokasinya, kapan diresmikan, dan oleh siapa lengkap dengan tanda tangan pejabat tersebut. Tentu merupakan suatu kebanggaan bila yang meresmikan adalah presiden atau menteri.

Prasasti bukan hanya berasal dari masa sekarang. Pada zaman dulu prasasti sudah dikenal. Ditemukannya prasasti pada sejumlah situs arkeologi, menandai akhir zaman prasejarah, yakni babakan dalam sejarah kuno Indonesia yang masyarakatnya belum mengenal tulisan.

Kata prasasti berasal dari bahasa Sansekerta. Arti sebenarnya adalah pujian, namun kemudian dianggap sebagai “piagam, maklumat, surat keputusan, undang-undang atau tulisan”. Di kalangan ilmuwan, prasasti disebut inskripsi. Sementara orang awam menganggapnya sebagai sebuah batu bertulis atau batu bersurat.

Meskipun berarti pujian, tidak semua prasasti mengandung puji-pujian (kepada raja). Sebagian besar prasasti diketahui memuat keputusan mengenai penetapan sebuah desa atau daerah menjadi perdikan atau sima (tanah yang dicagarkan). Isi prasasti lainnya berupa keputusan pengadilan tentang perkara perdata (disebut prasasti jayapattra atau jayasong), sebagai tanda kemenangan (jayacikna), tentang utang-piutang (suddhapattra), dan berisi kutukan atau sumpah.

Prasasti tertua di Indonesia bertarikh abad ke-5 Masehi. Periode terbanyak pengeluaran prasasti terjadi pada abad ke-8 hingga ke-14, umumnya dikeluarkan oleh kerajaan yang bercorak Hindu dan Buddha yang ketika itu berkuasa di Nusantara (dikenal sebagai masa klasik), seperti Mataram (Hindu), Sriwijaya, dan Majapahit.

Mungkin sesuai etnisitas atau pengaruh kebudayaan, maka aksara dan bahasa yang digunakan dalam prasasti amat beragam. Umumnya prasasti dari masa kolonial beraksara Latin dengan menggunakan bahasa Portugis, Belanda, dan Inggris. Selain dijumpai pada batu makam dan tugu peringatan, prasasti Latin biasanya terdapat pada gereja, rumah tinggal, benteng, dan pergudangan. Dari masa kolonial tersisa pula prasasti beraksara dan berbahasa China yang sebagian besar terdapat pada batu makam.


Bahan


Mungkin dalam banyangan banyak orang, prasasti selalu terbuat dari bahan batu. Memang tidak salah, kalau orang awam berpandangan begitu. Batu merupakan bahan yang mudah didapat, sekaligus tahan lama. Selain andesit, yang digunakan sebagai sarana penulisan prasasti adalah batu kapur dan basalt. Dalam istilah ilmiah, prasasti batu disebut upala prasasti. Namun sesungguhnya di luar batu ada juga bahan yang tak kalah awetnya, yaitu logam. Prasasti berbahan tembaga atau perunggu itu disebut tamra prasasti. Selain itu ada ripta prasasti, yakni prasasti yang ditulis di atas lontar atau daun tal.

Yang sedikit jumlahnya tapi tergolong unik adalah prasasti berbahan tanah liat atau tablet. Isi tablet adalah mantra-mantra agama Buddha. Sebenarnya, ada juga prasasti yang dituliskan di atas lembaran perak atau emas. Namun, jumlahnya tidak banyak dan itu pun lebih cenderung menunjukkan nama orang/raja.

Di antara sejumlah prasasti itu, hanya prasasti batu yang memiliki berbagai variasi bentuk. Mungkin disesuaikan dengan batu yang ada atau karena keterampilan sang pemahat. Yang terbanyak adalah berbentuk balok (segiempat), lingga (bulat panjang), dan yupa (tiang batu). Prasasti berbentuk stele, dengan bagian atas bulat atau lancip, juga banyak ditemukan. Demikian halnya dengan prasasti berbentuk wadah (jambangan, gentong, peti batu, lumbung) dan alamiah (batu alam). Sejumlah prasasti malah dipahatkan pada bagian candi dan badan arca (Harry Untoro Drajat, 1992).

Dari berbagai bentuk itu, ada yang polos dan ada yang berhias termasuk ukiran, simbol kerajaan, dan simbol keagamaan. Salah satu prasasti yang tergolong megah dan unik adalah Prasasti Telaga Batu dari masa Kerajaan Sriwijaya. Bentuk fisik prasasti tersebut sangat istimewa. Bagian atas dihias dengan tujuh kepala ular kobra berbentuk pipih dengan mahkota berupa permata bulat, sementara leher ularnya mengembang dengan hiasan kalung.

Di antara berbagai sumber sejarah kuno Indonesia, seperti naskah dan berita asing, prasasti sebagai sumber terpenting karena mampu memberikan kronologis suatu peristiwa. Ada banyak hal yang membuat prasasti sangat menguntungkan dunia penelitian masa lampau. Selain mengandung unsur penanggalan, prasasti juga mengungkap sejumlah nama dan alasan mengapa prasasti tersebut dikeluarkan.

Sampai sejauh ini, prasasti telah banyak membantu penyusunan buku-buku teks sejarah. Berbagai atribut negara pun, seperti bendera merah putih dan lambang burung garuda, digali berdasarkan data dari prasasti. Disayangkan memang, masih banyak data belum muncul dikarenakan berbagai masalah, seperti huruf pada prasasti sudah aus, batunya pecah-pecah, sebagian tulisan hilang, dan belum terbaca karena ahlinya masih langka.

Karena kita hidup di masa kini, jadi kita tidak bisa mengingkari masa lampau. Sebagai cermin untuk masa kini dan masa mendatang, sudah sepatutnya kita memberi perhatian kepada prasasti karena prasasti ibarat enslikopedia tentang masa lampau kecemerlangan bangsa Indonesia.

Penulis adalah arkeolog, tinggal di Jakarta

(Sinar Harapan, 27 September 2008)

Tidak ada komentar:

BUKU-BUKU JURNALISTIK


Kontak Saya

NAMA :
EMAIL :
PERIHAL :
PESAN :
TULIS KODE INI :

Komentar Anda

Langganan Majalah Internasional

Jualan Elektronik