Pengumuman

Bila tidak ada di blog ini, silakan kunjungi hurahura.wordpress.com

Sabtu, 07 Februari 2009

Jejak Sejarah Itu Masih Bersinar

Views

Oleh: Sihar Ramses Simatupang

Mojokerto - Cerita tentang kerajaan Majapahit dengan raja dan panglima termashyurnya, Hayam Wuruk dan Gajah Mada bukan cuma cerita atau dongeng.

Candi-candi yang tersebar mulai dari Ujung Galuh menjadi “pelabuhan utama” Majapahit dari Mojokerto-Surabaya, pintu masuk kerajaan gapura Wringin Lawang, permukiman bangsawan Kedaton dan Sentono Rejo juga Kemasan (secara toponimi atau nama memperlihatkan kebangsawanan), tempat sakral di Brahu, sumur Umpas yang konon sudah beracun, fondasi Umpak Panggung, permukiman sipil Gentong, pemandian Candi Tikus dan danau di Kolam Segaran untuk menjamu tamu.

Semua candi membuktikan bahwa kebudayaan Buddha dan Hindu dari kerajaan besar di Jawa itu pernah ada. Di kawasan Museum Trowulan yang di depannya terdapat Kolam Segaran inilah, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik meresmikan peletakan batu pertama pembangunan Taman dan Pusat Informasi Majapahit, Senin (3/11) pukul 11.00 WIB.

“Situs di Trowulan, dari gerbang, rumah bangsawan, segaran (danau)-nya adalah sebuah kerajaan yang sangat besar. Bukan fiktif, karena banyak orang meragukan kebenaran bahwa ini adalah wilayah Majapahit,” papar Kepala Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Timur, I Made Kusumajaya di Mojokerto, sehari sebelum seremoni peletakan batu pertama, Minggu (2/11). Menurut Kusumajaya, posisi Mojokerto diyakini berada di tengah pusat kota Majapahit. Diperkirakan luas radius wilayah kerajaan ini adalah 9x11 km. Luas itu didapat lewat penelitian candi dan penemuan berbagai situs masa lalu. Di sekitar candi juga ditemukan tembikar, keramik, wang kepeng dan wang Ma (China), fosil hingga bentuk Mandala Stupa di Candi Gentong.

“Yang terakhir baru saja kita temukan candi lagi. Kita temukan kaki candi, diukir dari bata, yang besar dan tebal. Selain kerajaan yang luas, mereka punya teknik pembakaran yang luar biasa, selain waktu juga batas maksimal untuk bata yang dianggap kuat. Sampai hari ini tak rapuh,” ujarnya.

Kusumajaya menambahkan, dari hasil foto udara, sistem parit di titik-titik sekeliling candi akan memperlihatkan titik kota. “Itu dilakukan lewat pemotretan udara. Luas batas sakral 9x11 km. Namun ternyata di luar itu masih banyak ditemukan bekas struktur bangunan bermedium batu bata. Di sekitar ibu kota dibuat sistem parit untuk kepraktisan, selain banjir, cadangan air saat menjalani musim kemarau, juga untuk mempersulit ruang gerak musuh, karena luasnya 5 km,” ujarnya.

Perkiraan kosmologi, papar Ichwan, hampir semua candi menghadap Gunung Penanggungan. Di Penanggungan saja terdapat delapan candi. Selain Gunung Arjuna dan Gunung Welirang, itu menjadi dunia kosmologi, alam sakral pada masa itu. Simbol Gunung Mahameru di India, dalam spiritual Hindu, telah dianalogikan dalam ritual di gunung-gunung di sekitar Jawa Timur.

Dosen UI jurusan Arkeologi, Heryanti, mengatakan bahwa diperkirakan Trowulan menjadi pusat wilayah Majapahit. Heryanti, bersama lima pengajar dan 20 mahasiswa dari tiap universitas yang memiliki jurusan sosiologi yaitu UI, Unhas, Unud dan UGM, mendatangi daerah Kedaton.

“Kami ingin mencari kelengkapan wilayah Majapahit. Asumsi kami di Kedaton, tapi harus ada bukti arkeologi, artefak memang banyak termasuk tembikar dan porselin. Kami adakan 10 hari penelitian. Selama itu kami peroleh gambaran di mana di sekitar Kedaton yang memuat banyak artefak,” paparnya.

Menurutnya, salah satu situs lengkap untuk periode klasik adalah Trowulan, kerajaan yang dipengaruhi agama Hindu-Buddha dan peninggalannya yang berupa kota. Kalau situs Islam, menurutnya, dominan di Palembang dan Banten.


“Kebudayaan Tinggi”

Candi tak selalu bangunan, karena situs candi bisa berarti petunjuk pernah ada bangunan yang menjadi gapura, pintu gerbang, kerajaan, tempat persembahan, pemakaman bahkan kolam pemandian.

Muhammad Ichwan, pemandu yang mengiringi para wartawan, mengatakan bahwa di Mojokerto cukup unik juga ketika mendapatkan kebudayaan tinggi yang antara lain lubang pancuran air dari beberapa bentuk kepala naga (jaladwara) di Candi Tikus.

Hal itu membuktikan bahwa kebudayaan Majapahit sudah cukup mapan. Tengok saja sistem ubin segi enam di Sentonorejo yang ternyata sudah ditemukan pada masa lampau, sistem gosok batu bata dan medium campuran pasir pada batu bata berukuran lebih besar dari yang sekarang - termasuk kualitas dan kekuatan batu bata itu. Termasuk sistem kanal dari danau yang ada hingga sekarang misalnya “segaran” dan danau Kumitir, Bahureno, Kemasan dan Domas. Ichwan menambahkan bahwa sekali pun agraris, pola hubungan Majapahit telah menciptakan karakter ekonomi komersial. Artinya, selain bertani, Majapahit juga aktif di bidang perdagangan laut.

Dirjen Sejarah dan Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Hari Untoro Drajat yang mengaku pernah ikut memantau Wringin Lawang, mengatakan pencarian situs Maja-pahit di Mojokerto masih perlu dilakukan. Hal itu berguna untuk memperbanyak situs yang ada, bahkan memperluas dan melengkapi wilayah kerajaan Majapahit yang pernah ada di Pulau Jawa, di negara kita.

(Sumber: Sinar Harapan, Selasa, 4 November 2008)

Tidak ada komentar:

BUKU-BUKU JURNALISTIK


Kontak Saya

NAMA :
EMAIL :
PERIHAL :
PESAN :
TULIS KODE INI :

Komentar Anda

Langganan Majalah Internasional

Jualan Elektronik