Pengumuman

Bila tidak ada di blog ini, silakan kunjungi hurahura.wordpress.com

Senin, 09 Februari 2009

Keris, Antara Warisan dan Masa Depan

Views

Oleh: Maya Handhini

Jakarta – Keris Jalak Budha tidak memiliki bentuk seperti kebanyakan keris. Biasanya, sebuah keris berbilah panjang, tidak lebar, ada yang lurus ataupun berkelok. Tapi, Jalak Budha berbentuk lebih lebar, lebih pendek dengan bilah lebih tebal dan berwarna hitam. Meski hitam, besi Jalak Budha ini sangat istimewa karena mengandung emas.  Jalak Budha milik kolektor Jakarta menjadi salah satu yang menyemarakkan pameran Keris Kamardikan Award'08 di Bentara Budaya Jakarta, 12–16 Agustus 2008. 

Keris Jalak Budha merupakan penemuan di pinggiran Sungai Bengawan Solo, yang diperkirakan dibuat pada zaman Mataram Hindu. Menurut Toni Junus Kartiko Adinegoro selaku Ketua Panitia, keistimewaan dari Jalak Budha ini adalah besinya yang kurapan emas.

“Hingga saat ini beberapa pekarya keris belum menemukan bahan maupun teknologi untuk mendapatkan besi semacam ini. Ada beberapa pendapat bahwa pasir besi yang digunakan mengandung sejenis batuan pyrit berwarna keemasan,” katanya usai pembukaan Pameran Keris Kamardikan Award'08, Selasa (12/8) malam.

Selain empat keris milik kolektor Jakarta, pameran keris ini juga memajang puluhan keris lainnya yang diproduksi pada zaman kerajaan maupun masa kini. Sebuah pendopo khusus dibuat untuk memamerkan keris para empu masa lalu dari berbagai daerah di Jawa, Madura, Sumatera, Bali, serta Sulawesi. 

Keris-keris dengan berbagai macam bentuk ini mendapat perhatian khusus. Masih menurut Toni, hal ini disebabkan keris yang berumur 100-150 tahun ini bukan keris sembarang dan kebanyakan milik para raja dan punggawa. Salah satunya adalah keris milik KRA Sani Gondoadiningrat. Keris bergelar Kanjeng Kyahi Dewagung ini berbahan meteor Prambanan. Keris ini diperkirakan karya empu Brojoguno.


Mitos, Mistik

Keris bukan sekadar warisan, tetapi juga merupakan masa depan. Keris dalam konstelasi budaya mengandung nilai-nilai khusus yang menyebabkannya tetap eksis. 

“Keris tua di dalam kenyataannya selalu diikuti dengan berbagai mitos, misteri bahkan beraura mistik. Di sisi lain, keris buatan baru tengah membangun narasinya sendiri, di mana nilai-nilai itu sekarang mulai diperkenalkan,” kata Toni.

“Kamardikan” berasal dari kata Mahardika yang artinya merdeka. Keris umumnya lekat dengan atribut zaman pembuatan yang sering disebut tanggung, dan terkait dengan gaya keris yang dimiliki kekhasannya dari setiap kerajaan. Keris Kamardikan memiliki dua makna. Pertama, keris-keris ini dibuat pada zaman setelah Indonesia merdeka dan kerajaan-kerajaan bersatu di bawah Republik. Kedua, keris-keris ini diciptakan dengan konsep-konsep baru yang bebas. 

Keris-keris Kamardikan mengalami pergeseran budaya keris yang tidak di bawah suatu hegemoni. Keris-keris ini tidak dibuat atas permintaan raja, tapi lebih menantang kreativitas senimannya dalam mencipta. 

Ari Wibisono, salah satu sesepuh dan kolektor keris, merasa gembira dengan ajang pameran Keris Kamardikan Award'08 ini. “Kita sebagai bangsa Indonesia, jangan sampai kehilangan kembali akan kepemilikan keris yang telah ada sejak zaman kerajaan kuno. Anak-anak muda kini harus menghargai adanya keris peninggalan leluhur yang tidak dimiliki oleh bangsa lain selain Indonesia,” katanya pada malam itu.

Ari Wibisono dari Paguyuban Mojopat Radjaagung sedikitnya memiliki 15 keris yang didapat dari leluhurnya dan teman-temannya. Namun, Ari sendiri tidak setuju dengan sebutan bahwa keris mempunyai mitos mistik. Masih menurutnya, yang jelas pemerintah kurang menghargai kebudayaan keris ini. Berbeda dengan Jepang yang masih sangat menghargai Samurai.

(Sumber: Sinar Harapan, Sabtu, 16 Agustus 2008)

Tidak ada komentar:

BUKU-BUKU JURNALISTIK


Kontak Saya

NAMA :
EMAIL :
PERIHAL :
PESAN :
TULIS KODE INI :

Komentar Anda

Langganan Majalah Internasional

Jualan Elektronik