Pengumuman

Bila tidak ada di blog ini, silakan kunjungi hurahura.wordpress.com

Selasa, 17 Maret 2009

Museum Kekayon Wayang: Yang Terpinggirkan, yang Terlupakan

Views


Yogyakarta—Kesenian wayang, baik itu wayang kulit maupun wayang orang, kini semakin terpinggirkan. Minat menonton pada pagelaran wayang boleh dikata tak ada, sepi. Kesenian ini tergilas dengan budaya barat yang menawarkan kegermelapan semakin menggila menyerbu, utamanya pada anak-anak muda.

Padahal, wayang yang merupakan warisan seni adiluhung banyak dinilai bukan hanya sekadar tontonan, tapi juga tuntunan, mengingat wayang menggambarkan kehidupan manusia dengan segala permasalahannya. Dengan kata lain, dunia wayang tidak berbeda dengan keadaan di alam mayapada ini, adanya dua sifat manusia: baik dan buruk.

Terpinggirnya kesenian wayang ini tak bisa dipungkiri. Kesenian wayang seolah terasing di negeri sendiri. Kisah sedih ini bisa kita lihat dengan menengok Museum Kekayon Wayang yang terletak di Jalan Wonosari Km 7, Yogya. Museum yang berdiri di atas tanah seluas 2 hektare dan dibuka sejak tahun 1991 ini seolah tak pernah dilirik, ditengok.

Data menunjukkan, orang yang berkunjung ke Museum Pekayon itu dalam kurun waktu satu tahun hanya mencapai 1.000 orang. Artinya, dalam sebulan museum tersebut hanya dikunjungi sekitar 80 orang atau sehari tiga orang saja. Sementara itu, turis asing yang berkunjung juga mencapai 30 orang dalam setahun.

“Mereka yang datang biasanya para pelajar yang melakukan study tour,” ungkap Kepala Harian Museum Kekayon Wayang, Mulyono (65).

Sepinya pengunjung ini jelas menunjukkan generasi muda tak lagi tertarik mempelajari wayang - yang pada akhirnya jika hal ini dibiarkan wayang akan semakin terlupakan dan hanya tinggal sejarah, tertulis dalam buku yang mungkin saja tak dibaca. Padahal, di museum wayang ini tersimpan 5.454 sosok wayang yang terdiri dari berbagai tokoh. Ribuan sosok wayang ini jika diklasifikasikan maka bisa digolongkan dari 25 jenis wayang yang ada di Indonesia.

Misalnya, wayang kulit, golek, kancil, wayang panji. Ada pula wayang Golek Thenggul asal Jepara, Jawa Tengah yang sudah berumur lebih dari 250 tahun. Demikian pula wayang kreasi baru yang berkembang di zaman penjajahan Jepang. Berbeda dengan wayang kulit pada umumnya, tokoh wayang kreasi baru ini terdiri dari tokoh-tokoh pejuang seperti Soekarno-Hatta, serdadu Jepang sampai pejuang kemerdekaan.

“Kalau dilihat jenisnya, sebetulnya di Indonesia setidaknya ada 300 jenis wayang. Tetapi kami baru bisa mengoleksi 25 jenis dan kami masih akan terus berusaha melengkapi koleksi kita,” ujar Mulyono, optimistis.

Selain bisa menikmati segala jenis wayang, di Museum Kekayon Wayang yang dirintis oleh Prof Dr dr Sujono pada tahun 1975 juga ditunjukkan bagaimana proses pembuatan wayang. Dari yang semula kulit mentah hingga selesai disungging atau ditatah. Dengan demikian, berkunjung ke Museum Kekayon Wayang ini, pengetahuan kita tentang wayang akan begitu komplet.

Toh tak ada pengunjung, bukan berarti para pengelolanya tak merawat koleksi wayang yang dipamerkan serta gedungnya yang sebagian rusak akibat terimbas gempa bumi 27 Mei 2006 lalu. Untuk perawatan keseluruhannya, menurut Donny Surya Megananda, Direktur Museum Kekayon Wayang ini, dalam satu bulan dibutuhkan dana sekitar Rp 4 juta (tiket masuk untuk pelajar Rp 2.000, umum Rp 3.000 dan untuk turis asing Rp 5.000). Sementara itu, pemasukan dari tiket kunjungan hanya berkisar Rp 3 juta, itu pun diperoleh dalam satu tahun. Selain dari tiket, pihak museum juga mencari uang dengan cara menyewakan joglo museum untuk hajatan.

“Ya tentu saja tombok, karena pemasukan hanya bisa memenuhi 40% dari biaya perawatan yang harus dikeluarkan. Tapi bagaimana lagi, karena ini sudah komitmen apa pun yang terjadi museum ini harus dipertahankan,” ujar Donny.
(yuyuk sugarman)

(Sumber: Sinar Harapan, Rabu, 31 Januari 2007)

Tidak ada komentar:

BUKU-BUKU JURNALISTIK


Kontak Saya

NAMA :
EMAIL :
PERIHAL :
PESAN :
TULIS KODE INI :

Komentar Anda

Langganan Majalah Internasional

Jualan Elektronik